Kamis, 16 Agustus 2012

nggak sekedar nutup Aurat


Jilbab atau sekarang lebih dikenal dengan Hijab, dan pemakainya dibilang Hijabers.
Ini bukan pertama kali saya menulis sesuatu hal yang sedikit menyentuh tentang agama.
Tulisan ini terisnpirasi dari foto profil BBM mbak Dhepoy.
 Dari foto itu terlihat agak aneh. Ya, Menyimpang.
Orang biasanya menilai orang lain dari covernya atau tampilan luarnya saja. Ooh dia berjilbab, dia alim pasti, ibadahnya rajin, khusyuk, kalem, dan sebagainya yang semuanya bersifat baik diucapkan. Sedangkan melihat perempuan di sebelahnya seperti gambar itu penilaian orang biasanya aah ini mah cewek standart, pasti labil kadang kalem kadang ‘belangsakan’, gak karuan, dan segalanya yang bersifat agak negatif atau bahkan negatif.
Tapi dari gambar itu, lihat saja sendiri, mana yang sebenarnya lebih baik.
Memang foto itu nggak murni 100% benar dan semua orang berhijab seperti itu.
Disini saya sebagai perempuan yang sampai saat ini masih belum muncul  keinginan untuk berhijab, Cuma mau membuka pikiran orang yang kolot atau sok suci atau sok alim dan sebagainya.
Sebagai muslim, saya tahu menutup aurat yaitu dengan pakaian tertutup dan berhijab merupakan kewajiban. Tapi apakah saya harus melakukan kewajiban kalau hati saya belum tergerak sedikit pun? Bukankah segala sesuatu harus dijalani dengan hati dan ikhlas? Karena menurut saya segala sesuatu yang dilakukan tanpa keikhlasan itu tidak berarti apa-apa. Percuma. Itu akan Cuma mencetak penilaian orang lain terhadap kita.

Kenapa saya belum siap untuk berhijab?
Karena saya merasa saya masih belangsakan, nggak karuan, nggak teratur.
Saya masih suka pake celana pendek kemana-mana, rok pendek, kaos oblong, tanktop, dan pakaian yang dinilai orang lain mungkin ‘terbuka’ (yaah memang sih). Saya ini sumukan atau gerah, risih kalo pake celana panjang, jeans, dan baju lengen panjang, apalagi pake jilbab. Kalau ada acara yang mengharuskan saya tampil sebagai muslimah, itupun seringkali saya Cuma pake pashmina sebagai tutup kepala. Sungguh, saya nggak mau menyiksa diri saya sendiri.
Saya masih suka keluyuran kemana-mana, pulang tengah malem, nginep temat temen, pergi malem balik ke kost-an paginya, bahkan liburan berhari-hari sama temen yang nggak Cuma cewek aja. Temen cowok saya banyak, saya masih suka maen gaplok-gaplokan, caci-cacian, ngomong kasar. Dan nggak jarang orang menilai saya (dan teman-teman saya) ini adalah perempuan nggak bener, rusak, nakal, dan yang buruk-buruk. Yah begitulah.  Saya memang susah kalau untuk membatasi perilaku.
Dan lagi salah satu alesan utamanya adalah ibadah saya belum maksimal. Sholat masih kadang bolong-bolong, ngaji iya, tapi nggak kayak saya lebih suka baca buku/novel, masih seneng autis HP daripada pegang tasbih buat zikir.

Itu kenapa saya sama sekali belum siap kalau berhijab.

Lagii.. saya sering ngelihat orang berjilbab tapi kelakuannya minus (banget). Ngomong nggak dijaga, ngerokok, pacaran yang melebihi batas wajar, free sex, make baju yang lengannya Cuma setengah. Stress kali ini orang. Dan lihat itu saya selalu geregetan pengen nyamperin terus ngejambak dan nelanjangin itu orang, minimal narik nyopot jilbabnya lah.

Karena bagi saya berhijab bukan Cuma menutup aurat. Berhijab bukan Cuma sebagai fashion yang lagi ngetrend, apalagi pas bulan puasa begini. Banyak media yang menayangkan trend baru berhijab yang menarik dan fashionable. Sehingga pada bulan ini semakin banyak perempuan yang memutuskan untuk berhijab.
Ibaratnya nih milih satu ekskul berdasarkan hobi yang bener-bener disukain, jadi ngelakuinnya harus total, maksimal, nggak setengah-setengah.
-Harus yakin kenapa memutuskan ikut berhijab
-Yakin bisa menuhin semua kewajiban
-Sholat dan ibadah maksimal
-Menjaga perilaku dan ucapan
-Bersikap lebih halus dan kalem
-Nggak keluyuran malem
-Membatasi pergaulan dengan lawan jenis
Kalau belum siap kayak gitu sih mendingan nggak usah berhijab, ntar malah malu-maluin kaum hijabers lainnya. Yang asli emang baik jadi agak ketutup buruk karena segelintir hijabers karbitan macam gitu.

Ooiyaa laki-laki sekarang lebih suka sama perempuan berhijab yang terlihat lebih kalem, anggun, dan lebih cantik yaa? Yakiiin  itu aslinya begitu? Yakiiin juga itu bukan Cuma cover??
Bukan sirik sih saya, yah Cuma pengen kalian madep kaca aja dulu.
hey lelaki, sudah sebaik itukah kamu untuk mendapatkan perempuan yang berhijab memang benar-benar dari lahir batinnya? Sudah pantas? Kalo sudah siiih ya baguus, lanjutin.. J




  ~Mbuss

Rabu, 04 Juli 2012

saya Muslim, tapiii....


Saya berdiri pada satu titik. Saya manusia normal. Tapi extraordinary. Saya beragama, satu agama, Islam, ya saya muslim. Saya punya pegangan, tapi saya terbuka. Saya nggak kolot. Saya taat tapi nggak fanatik. Saya bukan orang yang terlalu kekeuh terhadap sesuatu atau keinginan, saya fleksibel.

Saya muslim tapi berteman dan bersahabat dengan siapa saja, termasuk yang non muslim. Saya sangat menghargai mereka. Karena agama bukan lagi pilihan pribadi. Tapi dari orang tua, dari bayi kita sudah dipilihkan oleh prangtua kita mau jadi apa kita. Apakah kita bersembahyang di Masjid atau di Gereja atau di Pura atau di Klentheng atau bahkan tidak sama sekali? Kita hanya mengikuti apa yang sudah dipilihkan. Menjalankan pilihan atau amanat dengan baik juga termasuk ibadah kan?

Saya Muslim, tapi saya merasa dan menyadari saya ini muslim yang aneh. Nggak jarang saya suka kepengen beli barang-barang yang biasanya dipakai oleh non Muslim, seperti kalung salib, pohon natal dan segala hiasannya, dan saya sangat ingin punya tattoo dan memelihara anjing, yang pastinya (sangat) dilarang noleh kaidah Islam. Saya agak nggak bisa terima kalau tattoo dan anjing di haramkan, dari segi apapun saya nggak terima. Toh anjing kan ciptaan Tuhan juga.

Malam ini Rabu, 4 Juli 2012, dimana malam ini adalah malam Nifsu Sya’ban yang jatuhnya besok 5 Juli 2012. Nifsu Sya’ban adalah malam dimana ditutupnya buku amal bagi pasa umat Islam. Untuk lebih jelasnya silahkan googling saja. Malam ini sangat banayk yang  mengirimkan pesan tentang malam Nifsu Sya’ban ini, baik lewat SMS, BBM, status BBM, twitter, dan segala media lainnya, dalam pesan itu mereka menyampaikan permintaan maaf mereka.

Dari kesemuanya itu entah kenapa, atau memang saya ini muslim yang aneh, saya nggak suka dengan kiriman mereka itu. Terutama yang mengirim melalui Broadcast Message atau BM di BBM. Sungguh menurut saya itu mengganggu. BM umum aja yang biasanya sangat nggak penting saya nggak suka. Apalagi ini isinya permintaan maaf. Selain terganggu saya juga merasa nggak diorangkan. Gile minta maaf udah kayak orang promosi aja. Gini ya, untuk permintaan maaf itu kan sifatnya person to person, mau kalau jawabannya ntar di BM juga: oke sama2. Maaf juga ya. – sent to all..

babiiik!!! Menurut saya itu sangat nggak sopan.

Dan dari sekian banyak BM dan SMS yang masuk ke saya, nggak ada satupun yang saya balas. Lihat sepintas kemudian end chat. Dan saya kira semua isinya SAMA.

Ada lagi. BM yang awalannya begini >> “yang non muslim end chat saja”. Saya bacanya kok agak gimana gitu yaa. Padahal saya muslim, saya langsung end chat. Dasar pengirimnya bener-bener tolol. Kalo udah tau itu isinya khusus Muslim kenapa dikirim ke temen Lo yang non Muslim goo begoo!! Sumpah yang kelakuan kayak gitu nggak pantes pake smart phone. Balik dah sono ke HP jaman baheula! Percuma, smart phone on stupid user, udah kayak benda jatuh di tangan yang salah.

Masih ada lagi, BM yang diakhirnya ada hadist Rasul intinya “... barang siapa yang mengingatkan haram neraka baginya”. Sumpah, saya percaya dengan hadist Rasul ini, tapi disisi lain saya beropini agak lain, maaf kalau dianggap saya ini menyalahi hadist atau istilahnya durhaka atau nglamak.
Tapi kalau ibarat iklan, itu pesannya kurang nampol. “Yang mengingatkan haram neraka baginya”, nah mengingatkan seluruh temannya dengan BM. BM itu sangat tidak efektif, banyak orang yang hapus/endchat BM sebelum dibaca. Dari pesan itu juga ya mikir, nah kalau hari ini mengingatkan semua orang, tapi kemudian hari dia berzina dan melakukan hal-hal yang dilarang Agama gimana? Masih boleh dia masuk neraka? Boleh kan?

Saya muslim, tapi saya realistis. Saya menyerahkan segala kehidupan saya kepada Tuhan dan  Malaikat-malaikatnya yang mencatat keseharian saya termasuk segala kebaikan dan keburukan saya. Saya nggak mau ngoyo dalam waktu semalam ini (Nifsu Sya’ban) untuk ngebut nyari pahala dan meminta maaf. Percuma kalau yang dimintain maaf  nggak jawab dan nggak ikhlas.  Hari ginii ngebut?? Dari dulu kemana aja meenn??

Demi Tuhan dan segala Keagungannya saya pasrah mau seberapapun tebalnya dosa saya yang belom imbang sama pahalanya.
Dia Yang lebih tahu tentang saya. Terima Kasih Tuhan atas segala KuasaMu.



~Mbuss

Selasa, 12 Juni 2012

Kasihan matanya loh...

Maaf. Beribu-ribu maaf saya ucapkan. Beneran ini bukan Cuma ‘peres’. Saya bener-bener minta maaf kalo postingan saya ini nantinya ada pembaca yang tersinggung atau merasa gimana gitu.
Tapi ini saya lakukan karena saya gatel, nggak tahan lagi nggak ngumbar sesuatu ini ke blog.

Yang mau saya bahas kali ini adalah tentang tulisan. Tulisan bukan tulisan biasa. Bukan juga tulisan tangan, tapi tulisan dalam bentuk ketikan, melalui keyboard laptop, pc, maupun handphone.
Seperti yang kita tahu, jaman semakin maju, berkembang, dan gadget pun sudah bukan barang mahal lagi untuk dimiliki semua orang. Beraneka ragam malah, mulai yang model jaman baheula sampe smartphone dan tablet pc. Semua makin canggih, hingga akhirnya selalu ada ‘oknum’ yang membuat kecanggihan itu menjadi tidak indah.
Hmm, saya bingung mau berbasa-basi gimana lagi. Langsung ajalah yaa..
Begini, semenjak adanya smartphone, dan yang terlaris adalah BB (Blackberry) hampir semua orang berpindah pegangan ke BB. Yang biasanya pegangan yang laen, sekarang jadi pada megang BB. Turunnya harga BB ini membuat BB menguasai hampir seluruh pasar, baik dari kaum ‘atas’ hingga ‘bawah’ semua pakai BB. (ya nggak semua sih, anggep aja sebagian besar gituu).
Masuk soal tulisan. Canggihnya BB ini ada menu pilihan berupa autotext, di mana fungsi sesungguhnya dari autotext ini adalah sebagai spell checking untuk menghindari salah ketik. Misal: hr jadi hour; dont jadi don’t; hting jadi thing; dan masih banyak lagi. Saya yakin sudah banyak yang tahu. Namun pada perkembangannya autotext ini digunakan untuk menyimpan emoticon-emoticon lain yang lucu. Seperti : 

Itu masih wajar sih kalo menurut saya, karena memang emote-emote itu susah kalo kita mesti bikin lagi tiap mau ngirim ke temen.
Namun kenyataan berkata lain. Autotext ini digunakan tidak sebagaimana mestinya. Banyak saya jumpai orang-orang yang mengetik pas bbm-an menggunakan banyak autotext. Seperti :  

dan pada status / PM bbm

Gitu itu bacanya gimanaa?? Penuh perjuangan tau nggak sih buat baca tulisan macem begituu..
Hmm.. sedikit emosi nulisnya, tahaan tahaannn.. ini demi kebaikan bersama.
Masih ada lagi contoh tulisan yang bikin sakit mata.. parahnya ini di twitter boo', di mention ke artis lagi.. 
Bener-bener gak sewajarnya orang normal.
Yang begitu itu mesti digimanaiiiiin?? Sebagai warga Indonesia yang sudah cukup umur, bukankah kita sama-sama sudah menempuh pendidikan Sekolah Dasar 6 tahun? Okedeh mungkin ada yang belum lulus SD 6, tapi dari kelas 1, sudah diajarkan pada kita tentang menulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

bahkan pada display name, yang bikin susah nyari nya kalo kita lagi perlu.
 Oiya saya masih memberi pemakluman kepada umat penulis aneh tersebut yang berusia dibawah 15 tahun. Karena kenapa, di umur tersebut mereka belum begitu mengerti, mereka masih mencari jati diri, masih ingin berkreasi, meskipun kreasi yang agak salah. Dan saya telah menemukan bibit tulisan-tulisan aneh itu berasal. Ternyata ada aplikasi di BB yang menyediakan bermacam huruf aneh bermacam bentuk. Itulah yang mengundang kreasi anak-anak.
Biarlah, nanti juga memasuki masanya dia akan malu sendiri pernah berperilaku (tulisan) aneh bin alay.
Tapiiii untuk manusia berumur lebih dari 15 tahun, terlebih kuliah, bahkan kerja, sungguh sudah sangat tidak pantas seusia ini berpenulisan demikian. Di umur ini, kita dituntut untuk menjadi komunikator yang profesional satu sama lain. Baiklah, bukan Cuma di bidang yang mengahruskan bahasa formal ala profesional. Bahasa sehari-hari. Bahasa tulisan yang kita gunakan untuk berkomunikasi. Bukankah kita ingin orang yang kita ajak berkomunikasi itu mengerti dan paham dengan mudah apa yang kita maksud dalam omongan (tulisan) tersebut?
Come on guys, kasihanilah mata kita,
Jangan memaksa untuk menguras kerja mata, saraf, dan otak hanya untuk melihat dengan seksama tulisan yang seharusnya dapat dibaca dan dipahami dengan mudah.

Dan sekali lagi saya minta maaf kalo ada yang merasa gimana gitu. Saya nggak marah dan nggak benci. Cuma yaa, biar pada sadar aja gitu, udah nggak waktunyalah untuk begitu itu.



~Mbuss

Senin, 14 Mei 2012

jangan mau cuma jadi butiran debu


Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
Aku tenggelam dalam lautan luka dalam
Aku terjatuh dan tak tahu arah jalan pulang
Aku tanpamu butiran debu

Itu bukan puisi yaa. Itu lirik lagu. Lagu yang akhir-akhir ini sering banget saya dengar. Awalnya denger pas nonton infotainment, lagu itu jadi lagu pas closingnya. Tapi lama-lama jadi sering denger dari temen-temen. Lagu itu judulnya Butiran debu by Rumor. nggak munafik saya juga sempet download sendiri dan masuk dalam playlist saya, tapi nggak lama. Hehe

Saya kepikiran. Kenapa sih ini orang mengumpamakan dirinya sebagai ‘butiran debu’?
Debu kan sesuatu yang sangat nggak berguna, kotor, mengganggu dari segi keindahan atau kesehatan. Coba di setiap sudut ruangan kalau keliatan ada debu sedikit aja, pasti kita langsung bersihin kan? Semua orang nggak akan membiarkan perabotannya berdebu. Itu pasti.

Debu itu sumber penyakit, makanya kalo orang bersih-bersih biasanya pake masker untuk menghindari debu. Jadi orang (pencipta lagu) ini pengen menyatakan kalau dirinya sebagai debu dan dihindari banyak orang begitu?? Udah merasa hidupnya terlalu ramai apa gimana sampe dia pengen jadi debu yang dihindari sama orang-orang. Debu itu sumber penyakit.

Dari awal saya dengerin lagu ini udah kasian. Melasss banget ini lagu. Galaunya udah stadium empat. Keparat.

Coba deh ya kata debu itu diganti pake emas atau berlian atau benda lain yang lebih penting dan berguna. Hmm kalo pake berlian sih gak masuk ya, soalnya berlian kan tiga suku kata (ber-li-an) jadi nadanya bisa berubah, pake emas dong kalo begitu, sama-sama dua suku kata (e-mas). Kalo misalnya masih mikir lagi emas nggak berbentuk butiran, tapi batangan. yah mikir aja lagi lebih dalem, emas yang mau dibentuk buat kalung itu apa nggak dijadiin butiran-butiran dulu tuh!

Kalo make kata emas sebagai wujud kegalauannya itu akan lebih ngasih nilai ke galauers itu sendiri. Emas atau berlian loh mahal, eksklusif, kinclong, diinginkan dan disukai hampir semua orang, tapi Cuma orang-orang tertentu yang bisa memilikinya.

Nah, menurut saya untuk orang-orang penganut paham galauisme, jadilah umat galau yang bermartabat, berkelas, dan elegan. Jati diri itu penting, begitu juga dengan pencitraan.

Jangan mau Cuma menjadi umat galau yang istilahnya galau akut atau kalau itungan nyawa gitu udah koma. Cuma pengen orang tahu, biar orang kasian, terus iba, terus diperhatiin, terus PDKT, terus lanjut dan ternyata nggak sampe jadian tapi Cuma di-PHP-in (PHP: Pemberi Harapan Palsu), dan akhirnya galau lagi, lebih parah, sekarat. Mampuss kan. Ujung-ujungnya stress, bunuh diri, dan jadi makhluk terbodoh di dunia dan akhirat. Hina sekali hidupnya.

Jadilah umat galau yang seperti emas atau berlian itu tadi. Terlihat menarik, tapi tidak mengganggu, malah menyenangkan, berkilau atau ceria, dan orang akan memberikan perhatian yang lebih, bukan karena kasihan, tapi karena kagum.
 Walau dalam hati kamu adalah debu, biarin aja, tahan debu itu di dalam, jangan dikeluarin, karena itu kotor, sumber penyakit. Keluarin aja emas dan berlian yang berkilau itu. Akting lah sedikit-sedikit. Jangan apa adanya terus tapi mengharap belas kasihan orang. Selama kita bukan fakir miskin (dalam arti beneran ya, bukan fakir asmara) kita nggak perlu minta orang untuk kasihan dan prihatin sama kita.

Semoga tulisan saya kali ini bisa membangkitkan hati-hati para umat galauers yang (sebenarnya) mulia, untuk lebih menjadi umat yang hidupnya bermutu, tak melulu soal galau.
Helloooooooo, hidup ini indah, masih sangat banyak sisi lain yang menunggu kita untuk menjamahnya..


~Mbuss

Minggu, 29 April 2012

bukan psikopat

Masih berhubungan dengan post sebelumnya, Pahlawan Pelajar. Beberapa hari yang lalu juga Anke bbm saya yang intinya dia kewalahan dengan tugasnya. Itu masih wajar. Yang nggak wajar adalah setelah itu dia bilang gini “bunuh akuuuu. Bunuh akuuuu. Bunuh akuuu Mbuss!!!!!!!!!!!!!”
Saya nggak tau, apa dia bercita-cita untuk jadi Pahlawan Pelajar atau ingin bertemu Suzana sebagai sesama penggemar sate. (hahahaha)

Kembali ke Anke. Saya nggak tau gimana balesin bbm itu. Speachless. Seingat saya, saya cuma bilang “kalau mau mati, mati aja sana bunuh diri. Nanti kita pelajar yang masih hidup bakal seneng-seneng, karena nggak akan ngerasain lagi hidup dengan banyak tugas.”

Udah. Pause dulu tentang pahlawan pelajar.

Kemarin, ada salah seorang temen yang hobinya galau mancing saya buat bikin keramaian di twitter. Kesannya kayak saya ini pembuat kerusuhan gitu. Baiklah Saya abaikan dia karna saya masih ada kerjaan. Setelah saya mood ngetwit barulah saya mulai. Dan benar-benar mebuat keramaian.
Saya ngetwit kalo temen saya itu adalah lelaki yang sangat galau dan jomblo, dan sebagainya. Sampai akhirnya dia bbm saya dan bilang “Bunuh gueeeeeeh, bunuh guueeeeh mbuss, bunuuuuh.”

Permasalahannya adalah, kenapa dua orang ini bbm dengan inti yang sama. “bunuh saya!"
kenapa ke saya?
Saya bukan Tuhan yang menentukan nyawa seseorang.
saya bukan jagal.
dan saya juga nggak se-psyco itu untuk dengan sengaja bunuh-bunuh orang yang nggak bermasalah sama saya.

Selama hampir 21 tahun ini saya memang suka membunuh. Terutama yang bermasalah dengan saya. Eitss tapi bukan orang yang saya bunuh. Saya cuma membunuh nyamuk.

Jadi tolong, jangan ada lagi yang bilang ke saya “mbusss bunuh akuuu”. Saya bukan jagal dan bukan psikopat, saya nggak mau mengotori tangan saya dengan membunuh orang.

Untuk orang-orang yang ingin meninggalkan dunia ini lebih cepat daripada yang dikehendaki Tuhan, bunuhlah dirimu sendiri. Dan kamu akan menjadi orang yang paling bodoh sedunia dan akhirat. Kamu akan lebih cepat sampai di neraka pun lebih cepat dari yang dikehendaki Tuhan.




~Mbuss

Sabtu, 28 April 2012

Pahlawan Pelajar


Pelajar. Baik siswa maupun mahasiswa. Pastiidentik dengan sesuatu bernama tugas / PR. Dan entah kenapa seseorang bernama guru atau dosen itu suka sekali ngasih tugas kepada anak didiknya.
Apakah mereka merasa diuntungkan kalau mereka ngasih tugas ke kita? Ah nggak. Dari mana sisi ‘menguntungkan’nya? Saya yakin itu Cuma buat kepuasan mereka aja.

Saya nggak suka yang namanya tugas. Tapi tugas yang paling saya suka dari guru adalah saat kita disuruh ngarang. Ngarang apa aja. Kenapa suka? Karena ngarang itu bukan sesuatu yang di paksa. Dia akan keluar dengan sendirinya dari pikiran. Nggak perlu ngoyo mikirnya.

Sekarang bagi para pelajar, apa untungnya kita ngerjain tugas? Toh belajar juga udah di kelas. Mungkin tugas juga jadi salah satu sarana belajar bagi pelajar yang males belajar. Tapi yang ada itu nggak terjadi. Tugas atau PR bisa dikerjakan dengan berbagai cara, berbagai kecurangan juga.

Semakin kesini dunia semakin maju dan makin kejam (loh apa hubungannya?), pelajar akan lebih ‘pintar’ daripada pengajarnya. Termasuk dalam trik kecurangan untuk mengerjakan tugas.
Namun semakin umur bertambah, dan jenjang pendidikan yang kita tapaki semakin tinggi, tugas yang kita terima akan semakin berat, banyak, dan nggak manusiawi.

Beda dengan tugas/pekerjaan pas kerja. Siapapun yang bekerja akan dengan senang (atau terpaksa) ngerjain tugasnya karena ada harapan di  balik tugasnya itu. Uang. Ya uang, mereka yang bekerja dibayar atas segala usaha dan penyelesaian tugas pekerjaannya. Lah pelajar? Dibayar pakai nilai aja udah cukup.

Buat pelajar, Pernah nggak sih dapet tugas yang nggak manusiawi? Banyaknya keterlaluan atau nggak tau mesti ngapain, tapi mesti dikerjain, dan/atau deadline nya besok pagi?
Berasa sekarat nggak sih?
Atau berasa pengen mati aja gitu?

Yang saya pikirkan akhir-akhir ini kenapa belum ada pelajar yang (maaf) meninggal gara-gara terlalu capek dan frustasi karena mengerjakan tugas yang tidak manusiawi itu dari guru/dosennya.
Pikiran saya itu berasal dari kesibukan saya beberapa hari yang lalu. Karena saya sibuk ngerjain tugas terus, sampe ada sms dari Anke yang kalo diterjemahin begini, “mbus gak usah nugas (ngerjain tugas) terus2an, mati lo kamu nanti”. Spontan saya jawab “kalo aku mati gara-gara ngerjain tugas, ke-enak-an pelajar-pelajar yang masih hidup. Mereka nggak akan banyak tugas lagi, soalnya para pengajarnya belajar dari peristiwa kematianku.” Dan Anke ngakak baca balesan saya itu.

Saya nggak tau kenapa bisa bales omongan kayak gitu, otomatis.

Coba ya ada kejadian kayak gitu. Tapi jangan sayaaa. Kalo ada kejadian kayak gitu kan pasti dosen-dosen pasti sadar kesalahannya. Termaasuk juga si pencetus ide Skripsi. Bagi kebanyakan mahasiswa Skripsi adalah tugas akhir yang maha laknat.

Kalo suatu saat ada kejadian seperti itu pasti menteri pendidikan akan berpikir ulang dan menugaskan pada guru dan dosen untuk tidak memberikan tugas yang memberatkan muridnya.
Dan bagi pelajar yang (maaf) meninggal sebagai korban kekejaman tugas, sangatlah berhak disebut sebagai PAHLAWAN bagi para pelajar di seluruh muka bumi ini.



~Mbuss

Selasa, 06 Maret 2012

tersesat di Eropa


Eropa? Ooh sungguh benua yang benar-benar menjadi impian terbesar saya selama ini. Target pencapaian yang harus saya raih. Wujud kesuksesan saya, hasil dari sekolah, kuliah, dan karir saya.
Nantinya.
Ya nantinya.

Jadi  saya belum berangkat dan menjejakkan kaki di Eropa sodara-sodara. Memiliki rencana berangkat yang fix pun belum. Bahkan paspor dan visa sekalipun belum membuat. Lalu bagaimana bisa seseorang belum berangkat, namun sudah tersesat di Eropa.

Itu hanya istilah saja. Istilah dari percakapan beberapa waktu lalu dengan seorang teman. Istilah yang kami gunakan untuk mewakili jiwa kami yang memang ‘tersesat’.

Bayangkan, saya memiliki impian terbesar seperti kalimat awal di post ini. Kemudian suatu hari ada seseorang mengajak saya untuk pergi ke Eropa bersamanya, berdua. Saya menyiapkan paspor dan visa sebagai benda wajib saya selain kartu identitas saya disana. Seperti mendapat durian runtuh. Senang, bahagia dan saking senangnya sampai merasa telapak kaki ini sudah tak menyentuh bumi lagi, melayang. Seperti diajak malaikat untuk menyusuri taman Firdaus yang indah di Surga.

Hari yang ditunggu tiba. Hari dimana akhirnya saya benar-benar bangun dari mimpi indah, dan menapakkan kaki saya di tanah Eropa. Nyata. Ini bukan mimpi. Saya dengan seseorang itu. Dia  senang, jelas. Tapi saya lebih senang, karena ini memang salah satu dari ‘goal’ hidup yang saya rencanakan. Eropa. Kini saya ada di Eropa. Pijakan pertama kaki saya ini ternyata ada di Paris. Kota pertama yang memang saya impikan. Kota dimana menara itu berdiri kokoh dan memukau. Kota dimana setiap tamannya adalah taman yang saya kira indah, dan kota dimana setiap sudutnya adalah magnet yang selalu menarik keinginan saya untuk datang kesana.
Dari airport dan mengurus segala keperluan yang ada, kami tiba di hotel. Beristirahat sejenak. Tak sabar kami pun segera menyusuuri setiap sudut kota itu. Beberapa hari di Paris. Semuanya begitu indah dan mengesankan.

Hingga disinilah cerita mulai bercabang. ‘Saya’ dan ‘Dia’ di cerita pertama tidak sama dengan yang di cerita kedua nanti.

*cerita pertama*
pada hari ketiga perjalanan menikmati kota sejuta cinta itu, tiba-tiba dia yang pada awalnya mengajak saya dan menanggung segala kebutuhan saya di Eropa ini pergi. Dia menghilang tiba-tiba ketika kami sedang berada di salah satu taman yang indah. Tak tahu, perkiraan saya mungkin dia sedang menyiapkan kejutan untuk saya. Saya tetap menunggunya di taman itu. Menunggunya dengan senang. Tanpa berpikir buruk sedikitpun. Hingga larut, saya mulai tak tenang.
Kembali ke hotel menjadi pilihan saya, karena sudah terlalu lelah menunggu. Kenyataan berkata lain. Tak ada kejutan indah seperti yang saya bayangkan. Kamar hotel sudah bersih, kosong. Kami menginap di kamar yang berbeda. Saya tengok kamar Dia ternyata kosong juga. Saya tanya ke resepsionis hotel, ternyata kamar yang saya huni atas nama Dia tercatat telah check out sekitar 5 jam yang lalu. Ooh, 5 jam yang lalu, selama itu juga saya menunggu Dia di taman, dan tak kembalimenemui saya hingga saat ini. Ternyata Dia pergi. Dia membereskan semuanya, semua barang, koper, dan semuanya, termasuk paspor dan visa saya yang dibawanya. Ooh saya pikir, mungkin dia memiliki rencana yang lain, mungkin malam ini juga dia mengajak saya terbang ke Roma. Baiklah saya tunggu, saya check in sendiri di hotel itu lagi atas nama saya sendiri.
Saya tidur. Tapi tak tidur. Terus memikirkan apa yang sedang diperbuat oleh seseorang itu, kenapa dia pergi dan menghilang tiba-tiba. Apa saya telah melakukan kesalahan yang tidak saya sengaja, tapi itu fatal dan menyakitinya sehingga Dia pergi dan sama sekali tak bisa dihubungi ponselnya.
Parahnya lagi, saya sudah mulai kehabisan uang saya. Saya urung. Kota Paris ini sudah tak lagi menarik bagi saya. Saya tak tahu mesti bagaimana. Mau pulang kembali ke Indonesia, paspor, visa, dan segala milik saya dibawa olehnya. Bagaimana saya bisa pulang? Sedangkan untuk bertahan hidup disini pun saya tidak memiliki apa-apa, dan siapapun untuk dimintai pertolongan.
Lalu bisa apa saya ini? Yang bisa saya lakukan hanyalah tetap bertahan hidup untuk orang-orang yang menunggu saya di Indonesia. Tetap di Paris, menunggunya kembali.


*cerita kedua*
Hari ketiga menikmati hari di kota ini, Kami sangat senang. karena saya yang memiliki impian ini dari dulu, dan Dia ikut menemani saya bermimpi, akhirnya kami tiba di kota ini. Sore hari kami duduk-duduk di taman dekat menara Eiffel, berbincang, bercanda, dan kami sangat menikmati suasana ini. Sampai ada kalimat dari Dia, yang menurutnya sangat penting terucap, tapi saya mengabaikan dan mengalihkannya pada perbincangan tentang hal lain. Dia tidak marah, biasa saja, dan kami pun masih tertawa bersama. Meski saya tau bagaimana perasaannya. Karena yang saya lakukan ini adalah yang terbaik untuk kami, setidaknya itu menurut saya.
Kami terus menikmati sore itu, sampai dinner sederhana tapi menyenangkan dan romantis. Kami pun kembali ke hotel. Istirahat di kamar masing-masing. Jelas lah kami beda kamar. Saya tidur nyenyak, mungkin karena kecapaian dan terlalu senang. Dia pun begitu (sepertinya).

Tapi mimpi buruk terjadi pagi hari, eh atau menjelang siang. Ya kebiasaan saya memang sulit bangun pagi. Dia sudah bangun lebih dulu. Entah jam berapa. Saya menyimpulkan kalau dia bangun lebih dulu, karena saat saya menghampiri ke kamarnya untuk mengajaknya brunch, Dia sudah tidak ada di kamarnya, barang-barangnya pun tidak ada, bersih. Saya tanya ke resepsionis hotel, ternyata dia memnag sudah check out tadi pagi-pagi sekali. Dia juga membayari kamar saya. Saya sedikit shock. Sedikit saja, karena saya menyadari apa yang telah saya perbuat kemarin. Saya mengecewakannya. Sehingga sekarang dia marah. Atau tidak marah, tapi kecewa yang teramat berat pada saya.

Saya mencoba tenang. Menghubunginya pun tidak saya lakukan, karena saya malu atas kesalahan saya kemarin. Sedikit tapi fatal. Namun saya memperhatikannya dari jauh. Dengan sifat keingintahuan saya (kepo) saya melihat-lihat statusnya di beberapa jejaring sosial. Ternyata dia sudah terbang dan mendarai di London, Inggris. What?? Dia meninggalkan saya sendiri disini, tapi Dia sudah di London sekarang? Gila aja! Tega-teganya Dia ninggalin saya. Hmm Kembali lagi. Itu salah saya juga sih.

Tapi untungnya segala berkas penting ada di saya, paspor, visa, kartu identitas, dan semua barang-barang saya masih saya pegang sendiri. Uang juga masih ada. Jadi saya masih bisa menikmati hari-hari saya di Eropa ini. Untuk menghilangkan kesedihan saya, baiklah saya ke jalan-jalan saja, sendirian nggak masalah, toh saya juga punya kemampuan kok. Menikmati Paris sendirian sambil belanja sampai puas. Setelah itu saya memutuskan pulang kembali ke Indonesia. Bertemu orang-orang yang menunggu saya.

Dari ke-kepo-an yang berlanjut, saya melihat ternyata setelah dari inggris Dia melanjutkan berkeliling Eropa, Roma, Venice, Belanda, Jerman, Barcelona. Setelah itu kemana lagi saya tak tahu, dan entah apakah Dia akan kembali lagi ke Indonesia atau akan tetap di Eropa.


Dan begitulah dua cerita berbeda, dialami dua subjek yang berbeda, dengan konteks yang berbeda.




~Mbuss