Lilin.
Kalian semua pasti tau lilin. Sebuah benda yang secara normal atau biasanya berbentuk lurus vertikal, panjangnya sekitar 20 cm. Sebuah benda yang tidak terlalu penting saat kehidupan berjalan normal, namun sangatlah penting saat dunia dan sekitar menjadi gelap.
Dibalik bentuk dan fungsinya yang demikian pasti banyak yang nggak tau dari mana lilin itu berasal. Tapi disini saya nggak akan nulis tentang gimana proses pembuatan lilin, karena saya juga belum tahu sebenarnya.
Kalau diibaratkan Manusia itu seperti lilin, atau lilin yang seperti manusia. Apalah itu intinya manusia = lilin. Sumbu yang ada pada lilin itu ibarat nyawa pada manusia. Ada batasnya, nggak akan selamanya nyala, begitu juga manusia, nggak akan selamanya hidup kekal. Yang membedakan disini adalah kita bisa tahu berapa lama lilin ini akan mati kalau kita mau menunggui dan menandai waktunya dari awal lilin nyala sampai sumbunya habis, sedangakan kita manusia nggak akan mengetahui kapan saatnya umur kita habis. Mungkin lilin yang tahu kapan kita akan habis waktunya. Kan kebalikannya. Nggak ada sumbu, lilin itu nggak akan bisa nyala, nggak berfungsi apa-apa.
Lilin yang kebanyakan orang pasti tahu adalah yang bentuknya panjang dengan tinggi sekitar 20 cm dan berwarna putih. Tapi selain itu banyak sekali lilin dengan bentuk-bentuk yang lucu dan unik sudah nggak asing lagi sering kita jumpai di toko-toko. Manusia juga begitu, tak semuanya berwujud yang sama tinggi, putih, langsing seperti lilin. Kalau mau nulis tentang wujud fisik manusia ini nggak akan ada batasnya, karena sangatlah banyak. Apalah arti bentuk bagi sebuah lilin mereka mempunyai fungsi utama yang sama. Apalah arti fisik bagi setiap manusia, toh mereka mempunyai kehidupan sendiri dengan ‘sumbu’nya masing-masing.
Lilin dengan bentuk standart warna putih yang langsing itu tidak mengeluarkan aroma wangi, padahal diluar sana banyak lilin yang bisa mengeluarkan aroma, yang wanginya bisa menenangkan. Biasa disebutnya lilin aroma terapi. manusia juga jangan terlalu bangga dengan apa yang dimilikinya. Bahwa diluar sana masih banyak manusia lain yang memiliki keunggulan lebih. Seperti lilin. Seandainya semua perusahaan lilin yang ada didunia ini beralih memproduksi lilin aroma terapi yang wangi, bagaimana dengan lilin putih langsing itu? Tersingkir. Karena angkuhmu yang merasa bahwa kau lah lilin terseksi karena tubuhmu yang tinggi putih semampai.
Setiap manusia memang seperti lilin. Kadang hanya di cari saat manusia membutuhkan cahaya di kegelapan, namun setelah itu dimatikan lagi saat lampu sudah mulai terang. Disinilah keegoisan manusia muncul tanpa disadari, eh tapi ada juga yang memang secara sadar dilakukan. Tak jarang kita menjumpai orang lain bahkan teman atau sahabat sendiri yang datang kepada kita saat dia sangat membutuhkan kita, dan setelah dia selesai dengan keperluannya dia pergi. Namun apa yang kita lakukan sebagai ‘lilin’? kita tetap terima kan. Ikhlas. Dan siap menyambut lagi mereka yang membutuhkan kita sewaktu-waktu.
Lilin menjadi sumber penerang untuk sekitarnya. Manusia pun menjadi sumber kehidupan untuk manusia lain. Sumber kesenangan, kebahagiaan, tawa, sedih, duka, derita, dan sebagainya hanya akan terjadi apabila manusia hidup bersama manusia lain.
Disisi lain, lilin yang menyala juga panas kalau disentuh, bisa-bisa kulit melepuh kalau kena lelehan lilinnya. Begitu juga manusia, seindah dan sebaik apapun dia memiliki sisi ‘panas’. Ada batas-batas tertentu bagi kita manusia lain untuk tidak sampai mengenai sisi ‘panas’ manusia, sensitif, tersinggung, dan marah. Itu akan melukai diri sendiri.
Apa lagi yang bisa saya uraikan tentang lilin. Eh ada satu yang belum, tentang cinta. Apakah cinta juga seperti lilin? Sepertinya iya. Atau mungkin tidak. Ah entahlah silahkan saja uraikan sendiri.
~Mbuss

Tidak ada komentar:
Posting Komentar