Besok 30 Agustus 2011, menurut kalender hari itu ditandai dengan warna merah yang menyatakan hari libur nasional. Benar saja besok adalah Hari Raya Idul Fitri bagi umat muslim, atau biasa disebut Lebaran agar lebih singkatnya.
Pagi hari tiap Lebaran, akan banyak orang yang berjalan melewati rumah saya, mereka berbondong-bondong ke Masjid. Pakaian baru, kopiah baru, mukena baru telah melekat di tubuh mereka. Setiap tahun Masjid yang letaknya nggak sampe 100 meter dari rumah saya ini memang selalu ada Sholat Ied disitu. Dan di Masjid itulah saya dan keluarga saya sholat Ied setiap tahunnya.
Ya, kami nggak pernah pindah – pindah. Karena kami memang nggak pernah mudik. Pengen sebenernya merasakan mudik seperti yang lain. Tapi ya sudahlah, Yangti ada disini juga. sempat berpikir, kenapa sih Yangti ini nggak pindah ke Puncak Gunung atau Pinggir pantai gitu rumahnya, atau paling nggak di Bandung lah sama sodara-sodaranya yang lain. Jadi biar saya dan keluarga saya ini merasakan suasana mudik seperti yang sering saya lihat di tv akhir-akhir ini.
Kembali ke Lebaran. Setelah Sholat Ied, tradisi selanjutnya adalah sungkeman dan bermaaf-maafan. Kepada orang tua dan kakak adik terlebih dahulu, kemudian keliling kompleks maap-maapan sama tetangga se-RT. Nah ini yang ada dipikiran saya saat ini. Banyak orang ngomong, sms, bahkan pamflet-pamflet pernah kita baca yang intinya “kembali ke fitrah, kembali suci, mulai dari nol lagi yaa”. Yakin itu habis maaf-maafan bener-bener kembali fitrah ke nol lagi?
Iya mulai dari nol lagi, kalo diibaratkan saldo tabungan, yang kemarin udah di tarik tunai sampai habis, besoknya ngasih deposit lagi ke bank biar rekeningnya nggak hangus. Sedikit-sedikit deposit itu mulai ditambah hingga saldo terkumpul banyak lagi, dan siap diambil saat membutuhkan.
Saya rasa Lebaran juga begitu. maaf-maafan PADA SAAT ITU. Tapi setelah berlalu dari orang yang kita salamin tadi, pasti ada sepatah dua patah kata yang membahas tentang orang itu. Kotor lagi, ternoda lagi, dan terisi, sudah tidak dalam keadaan nol lagi. Ada lagi yang bersalaman hanya karena ‘wajib’ ikut-ikutan. Karena semua tetangga pada salaman ya udah kita ngikut. Tapi dalam hati sebenarnya malas bertemu dan menjabat tangan seseorang itu. Malah ada yang sama sekali tidak mau bersalaman dan bermaafan kepada seseorang secara frontal. Saat yang lain bermaafan dengan si A misalnya, si B menghindar dan sengaja tidak berusaha untuk menemui si A. Seperti itu misalnya. Namun ada juga yang benar-benar tulus saling memaafkan hingga betangisan satu sama lain. Tapi itu biasanya terjadi antara pasangan orang tua – anak dan suami – istri.
Kalau sekedar bermaafan dan kembali suci, kenapa harus saat Lebaran Idul Fitri? Kenapa tidak setiap hari saja setiap habis terjadi pertengkaran kemudian bermaafan itu disebut juga Lebaran? Bukankah ‘kotoran’ yang timbul setelah kita saling bermaafan itu lebih buruk dari pada yang sebelum-sebelumnya. Kalo baju warna putih kucel dicuci biar bersih, pas udah bersih terus ketumpahan kuah rawon. Akan sangat terasa sangat buruk. Dipakai tidak nyaman karena basah, dilihat pun tidak enak karena ada noda.
Ooh iya Lebaran juga berarti hari kemenangan setelah 30 hari berpuasa. Terus kalo ada orang yang nggak puasa 30 hari berarti nggak layak dapet ‘kemenangan’ gitu?
Ada lagi, orang-orang ‘kaya’ itu, kenapa berlomba-lomba memebrikan sesuatu kepada fakir miskin saat Ramadhan menjelang Lebaran begini? Kenapa nggak dibulan-bulan lain. Saya yakin mereka (fakir miskin) saat ini menjadi berkecukupan SAAT INI. Yaa saat ini dan satu bulan ke depan barang kali. Karena ada banyak kesempatan yang mereka dapat untuk menerima sebagian harta dari orang-orang yang lebih mampu darinya. Lalu bagaimana mereka di bulan-bulan selanjutnya? Kembali menjadi fakir miskin yang tidak bisa mengharapkan apa-apa. Harusnya di setiap bulan ada momen atau tanggal khusus seperti ramadhan mendekati lebaran ini. Dimana orang-orang yang lebih mampu ‘wajib’ berbagi kepada yang lebih membutuhkan. Sehingga orang – orang yang untuk makan saja harus berperang dengan matahari dan situasi yang parah lainnya dapat tetap hidup layak. Katanya sebagian harta kita adalah harta mereka juga.
Lebaran juga saat dimana keluarga besar akan berkumpul. berkumpulnya keluarga besar ini memberikan banyak sekali keuntungan bagi kami anak-anak, karena ini saatnya kami ‘merampok’ para orang tua dan saudara-saudara. Sampai sekarang, walaupun umur udah kepala 2 begini, saya dan kakak saya tetap menengadahkan tangan setiap ada om dan tante dan sodara-sodara saya lagi bagi-bagi salam tempel. Bagi kami (saya dan kakak) selama kami belum bekerja dan belum berkeluarga, maka wajib bagi mereka untuk memberikan kami uang saku, bahkan jumlahnya harus lebih banyak dari adek-adek keponakan kami yang lain, dengan alibi “mahasiswa mah segini nggak cukup, tambahin lagi, anak kos nih, kasihan” ahhaaha. Akan lebih menyenangkan kalau silaturahmi keluarga besar itu bisa tiap minggu atau tiap bulan, dan saya akan menjadi lebih cepat kaya kalau demikian. #ketawasetan hahahaha
Saya seperti kembali ke pikiran anak – anak yang nggak mengerti kenapa semua ini harus terjadi pada satu waktu. Kenapa nggak setiap hari. Namun sebagai manusia dan warga yang belum memiliki penghasilan dan keluarga sendiri, saya tetap mengikuti saja arus dimana kedua orang tua saya membawa saya pada tradisi dan ‘acara-acara’ seperti ini. Dan semoga pada saatnya nanti saya bisa menerapkan ‘Lebaran’ ini tidak hanya pada satu waktu seperti sekarang ini. Saya sangat berharap saya mampu. Seperti kata pepatah bahwa ‘setiap ucapan adalah doa’ semoga Tuhan menjabahi ucapan saya ini.
Eh tapi nggak semudah itu menyatakan Lebaran tepat hari Selasa tanggal 30. Malem ini, sehabis adzan Magrib tadi nggak ada takbir di masjid dekat rumah. Repot dah. Di tv juga pemerintah lagi sidang Ishbat buat nentuin lebaran jatuh hari apa, yang berdasarkan hilal. Entah apa itu semua, repot bener sih ya, orang 1 Muharam udah disepakati bersama seluruh dunia, kenapa 1 Syawal nya bisa beda-beda. Saya yakin penuh perbedaan ini Cuma ada di Indonesia. Tanya deh negara-negara di Arab sana pasti sama aja 1 Syawalnya, no perbedaan, no debat.
Bagi saya mau lebaran besok tanggal 30 atau 31 nggak ada bedanya. Toh saya nggak puasa juga. saya sama mama dapet diskon dari Tuhan buat lebaran lebih dulu dari hari jumat kemaren. Hehe
Mau lebaran besok atau lusa, ini masakan di rumah udah mateng semua, di rumah yangti juga begitu. untuk keluarga saya yang nggak berhalangan mungkin ikut lebaran besok selasa, tapi sholat Ied-nya hari Rabu.
Aneh memang, ah sudahlah yang penting kewajiban ditunaikan dan hak dilakukan. Impas kan…






















